Senin, 26 Mei 2014

Sejarah Berdirinya LPI An-Nur Pasean Pamekasan

Dewan Guru Lembaga Pendidikan Islam An-Nur

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

  Akhir-akhir ini tatanan masyarakat kita, harus diakui sudah banyak mengalami peningkatan dibandingkan dengan dekade sebelumnya. Kondisi sosiologis seperti ini tentu saja cukup memberikan diskripsi konkrit tentang keberhasilan sebuah tatanan yang mengembirakan bagi semua pihak. Dalam perspektif pendidikan, kita tentu boleh mengklaim bahwa kondisi ini didukung
- walau tidak sepenuhnya – oleh
keberhasilan pendidikan nasional kita. Klaim ini bisa saja mendapat justifikasi ilmiah dari sebuah teori yang dilontarkan oleh John D. Back (1992) yang menyatakan
bahwa pendidikan merupakan agen tunggal yang paling esensial, bukan hanya untuk melatih generasi muda akan peran orang dewasa yang mapan, tetapi lebih dari itu ia berfungsi untuk mensosialisasikan kompetensi-kompetensi baru kepada mereka, yang dituntut oleh kebutuhan-kebutuhan peranan yang timbul dari perubahan sosial. Namun disisi lain, kita merasa resah dengan mundurnya pendidikan agama dan moral bagi generasi muda. Belakangan ini banyak kondisi sosial yang mengarah pada kegiatan-kegiatan anarkis, amoral dan bertentangan dengan hati nurani masyarakat, seperti kenakalan remaja, aborsi, ganja, korupsi, manipulasi, perampokan, pembunuhan sadis dan sebagainya. Kondisi sosial yang demikian, membuat kita mereka-reka bahwa pendidikan moral dan agama telah jauh tertinggal dibandingkan pendidilan materiil, ekonomi, politik dan pendidikan umum lainnya. Pada dasarnya konsep pendidikan agama (Islam) menurut undang-undang No. 2 tahun 1989 yang disebutkan dalam Bab II tentang dasar, fungsi dan tujuan pendidikan nasional cukup strategis secara fungsional, dimana disebutkan dalam Pasal 4 bab dimaksud menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan martabat manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahunan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, berkepribadian mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan (pasal 4). Akan tetapi, harus kita akui bahwa peran secara strategis secara konseptual ini belum dapat diaplikasikan menjadi sebuah peran strategis secara fungsional dan aplikatif karena banyaknya tantangan yang dihadapi pendidikan agama (Islam), baik materi, kurikulum ataupun secara institusional (kelembagaan). Secara institusional, lembaga pendidikan Islam khususnya pondok pesantren dan madrasah, paling tidak menghadapi empat tantangan yang sangat berat, yakni : Pertama, berubahnya orientasi masyarakat dalam hal pendidikan disebabkan kebutuhan riil yang strategis akibat tuntutan perkembangan pembangunan dan industrialisasi. Tantangan yang pertama ini tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga telah menyeluruh di semua negara-negara berkembang. Kedua, disebabkan oleh kalahnya persaingan melawan sekolah-sekolah umum yang notabene telah mengalami perkembangan kemajuan yang sangat pesat baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Ketiga, Tidak adanya perhatian pemerintah terhadap lembaga-lembaga pendidikan agama, program-program pemerintah yang sudah dan tengah dijalankan selama ini cenderung selalu mengenyampingkan -diskriminatif - terhadap SDM yang berasal dari lulusan lembaga-lembaga keagamaan dengan tidak menyediakan lapangan-lapangan kerja bagi mereka, bahkan bukan merupakan rahasia umum kalau selama ini muncul pendapat bahwa satu-satunya penghambat pembangunan bangsa adalah masih kuatnya norma dan budaya agama yang dianut oleh masyarakat. Tidak adanya perhatian pemerintah terhadap lembaga pendidikan agama ini, lambat laun tentu saja akan mengubah orientasi pendidikan orang tua terhadap anaknya dengan lebih mempertimbangkan masa depan anak yang sejalan dengan laju pembangunan bangsa itu sendiri. Keempat. Kondisi obyektif yang ada pada lembaga-lembaga pendidikan agama itu sendiri yang dapat melemahkan opini dan animo masyarakat, baik kerena rendahnya model pelayanan manajemen, administrasi dan minimya fasilitas yang tersedia, maupun karena lemahnya pelaksanaan proses pendidikan yang disebabkan oleh keterbelakangan metode, materi , SDM dan lain sebagainya. Pada kelemahan yang terakhir inilah pengelola Pondok sering merasa resah dan merasa dan tidak dapat berbuat banyak kecuali “Nriman Panduming Gusti”, padahal disadari sepenuhnya bahwa pemenuhan dan kenyamanan serta kelengkapan fasilitas pendidikan merupakan sarana keberhasilan pendidikan itu sendiri. Namun demikian, tantangan dan komplektisitas berbagai problem yang dihadapi oleh Pondok Pesantren An - Nur tidak membuat pihak pengelola merasa putus asa dan berhenti ditengah jalan. Gambaran problema pendidikan nasional di atas menimbulkan keprihatinan yang mendalam bagi seluruh komponen bangsa, pemerintah sendiri kini tampaknya lebih arif dalam menyikapi keterpurukan dekadensi moral dan bergesernya budaya yang terjadi dan disadari salah satu yang menjadi penyebabnya adalah kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap pendidikan Agama. Oleh sebab itu, Pondok Pesantren An - Nur merasa terpanggil untuk turut serta berperan membantu pemerintah membangun kembali bangsa ini dari keterpurukan. Peran yang diharapkan yakni membentuk generasi yang lebih baik, manusia yang beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan sehingga tercipta pada akhirnya SDM yang tidak hanya menguasai IPTEK tetapi juga didasari oleh IMTAQ. 

B. SEJARAH DAN KONDISI OBYEKTIF PONDOK PESANTREN AN - NUR. 
Pondok Pesantren An - Nur dirintis sejak tahun 1980 oleh K. MOH. Cholil Awar sebagai pendiri, saat itu pelaksanakan pendidikan merupakan pendidikan agama yang sangat sederhana. Disiplin ilmu yang diajarakan masih murni ilmu-ilmu agama dengan memakai bahan pengajaran kitab kuning, karena itu madarasah tersebut merupakan pengembangan dari sistem pengajaran pondok pesantren yang lebih dulu ada, yaitu dari sistem klasik (sorogan) menjadi sistem klasifikasi dalam bentuk tingkatan kelas mulai dari tingkat dasar (ibtidaiyah), menengah (tsanawiyah) dan atas (SMA ISLAM), baik yang murni agama (diniyah) maupun yang mengikuti persamaan negeri di bawah naungan Departeman Agama dan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Hal ini dilakukan seiring dengan meningkatnya jumlah santri dan tuntutan dari masyarakat sekitarnya. Pada tahun 1990 pesantren tersebut telah jauh berkembang dengan pesat, materi dan metodenya pun sudah lebih maju dan bervariatif sesuai dengan perkembangan zaman serta tuntutan masyarakat disamping telah banyak tersedianya Sumber Daya Manusia yang lebih mumpuni. Berdasarkan hasil musyawarah pengasuh dengan tokoh-tokoh masyarakat, maka pada tahun yang sama madrasah ini kemudian didaftarkan sebagai lembaga yang berdiri di bawah naungan Departemen Agama, dengan sub lembaga pendidikan MI dan MTs dan disusul kemudian pada tahun 2004 didirikanlah Sekolah Menengah Atas Islam. Dengan telah terbentuknya pendidikan formal ini, maka tampak Pondok Pesantren ini banyak mengalami peningkatan dan selalu mengadakan orientasi, reformasi dan revitalisasi model serta pengembangan lembaga pendidikan. Sebagai salah satu wujud usaha tersebut unit-unit lembaga pendidikan yang bernaung di bawah pondok pesantren mulai dari MI, MTs, sampai SMA telah banyak meraih prestasi dan penghargaaan dalam beberapa lomba ilmiah dan lomba ketangkasan seperti cerdas cermat, MTQ, pramuka dan olahraga. Atas pretasi dan upaya pembenahan manajemen dan administrasi pendidikan, maka pada tahun 1995 yang lalu dua unit pendidikan yayasan ini, yaitu Madarasah Tsanawiyah telah mencapai Hak Akreditasi Kategori A Surat Keputusan Departemen Agama No. B/Kw.13.4/MTs/551/2005, menyusul kemudian Madrasah Ibtidaiyah juga memperoleh Hak Akreditasi Kategori B dengan dikeluarkannya SK Departemen Agama No.B/Kw.13.4/MI/993/2005. Pada tahun 2007 Sekolah Menengah Atas Islam An-Nur juga telah mendapatkan pengakuan Akreditasi B dengan Nomor : B/Kw.13.4/MA/856/2007. Walaupun demikian, mengenai kondisi obyektif Pondok Pesantren An-Nur , pihak pengelola menyadari masih banyak kekurangan-kekurangan. Baik ditinjau dari rendahnya model dan pelayanan yang disebabkan oleh lemahnya manajemen dan administrasinya maupun sebab rendahnya kualitas kenyamanan pelayanan pendidikan karena fasilitas-fasilitas yang kurang layak dan memadai. Karena keterbatasan inilah yang membuat para pengelola (penyelenggara) Pondok Pesantren sering resah dan tidak dapat berbuat banyak kecuali sebatas upaya dan kemampuan yang dimiliki. Padahal disadari sepenuhnya bahwa kenyamanan serta kelengkapan Administrasi, dan fasilitas pendidikan merupakan sarana keberhasilan pendidikan padan Pondok Pesantren itu sendiri selain tentunya mutu Sumber Daya Manusianya sebagai penyelenggara dan pendidik. 

2 komentar: